waaaah...ujian udah mulai nii, tinggal menghitung jari gak bakalan terasaa deeh tau-tau udah liburaan aja
untuk itulaah MumtazaKairo sudah ancang-ancang dari sekarang nii untuk mengisi liburan bersama di musim panas ini.
kita jalan-jalan yuuk dimusim panas sekalian menggali sejarah akan kebesaran Allah Swt, sejarah dari rentetan kenabian serta peradaban manusia zaman dahulu....
Bukit Sinai (Arab: Thur Sina) adalah bukit atau gunung tempat Nabi Musa a.s menerima Sepuluh Perintah (The Ten Commandments, Al-Kalimat Al-`asyr) dari Tuhan yang merupakan perjanjian antara Tuhan dengan kaum Israil (anak keturunan Israil atau Yaqub), dan menjadi inti Kitab Taurat. Inilah inti dari apa yang oleh orang Barat sering dinamakan pandangan hidup Juddeo-Christian (Yahudi-Kristen), yang dinilai sebagai dasar pandangan etis dan moral peradaban Barat pada umumnya. Sedangkan, “negeri yang sangat aman”, yaitu Makkah, disebutkan sebagai acuan kepada kerasulan Nabi Muhammad Saw. Agama yang diajarkannya, sepanjang pandangan Alquran sendiri, adalah kelanjutan agama-agama sebelumnya, dan berhubungan dengan semua agama Tuhan bagi seluruh umat manusia. Sebanding dengan “Sepuluh Perintah” Tuhan lewat Nabi Musa a.s. tersebut, Alquran memuat “Sepuluh Wasiat” (Al-Wasaya Al-Asyr) dari Tuhan kepada umat manusia.
ada sepenggal cerita yang pernah ditulis oleh seorang masisir akan keindahan rihlanya menuju puncak sinai tersebut, yuuk langsung kita simak.
KISAH nabi Musa banyak disebutkan di dalam kitab-kitab agama samawi mulai dari Yahudi, Kristen dan Islam. Dalam Alquran sendiri ayat-ayat yang menerangkan tentang perjuangan Nabi Musa mulai dari lahir hingga melawan Fir’aun dikisahkan sangat rinci. Diantara kisah yang disebutkan dalam surat Albaqarah adalah tentang fenomena 12 sumur mata air Musa di Mesir.
Turun dari bus, kami langsung merasakan hawa panasnya desa ini. Entah berapa derajat celcius, kebetulan aku tidak membawa hp yang ada internetnya sehingga tidak bisa mengecek langsung, tapi yang pasti rasa panas itu benar-benar menyengat dan seketika kulitku yang sudah hitam semakin bertambah kehitamannya.
Aku lihat di samping bus, bocah-bocah Mesir sedang asyik bermain sepak bola dengan pakaian jalabeya khas orang-orang desa Mesir. Anak Mesir yang berasal dari desa memang sering terlihat kotor, kusam dan kumal. Maklumlah, kawasan tempat sumur Nabi Musa berada ini memang lumayan jauh dari sungai Nil, bisa jadi mereka jarang membersihkan diri. Padang pasir juga semakin membuat kulit mereka terlihat tebal karena dibantu oleh debu-debu yang beterbangan dibawa angin dan menempel di kulit.
Berjalan mendekati sumur, kami sudah disuguhi pemandangan lumayan. Di sekitar sumur ada beberapa toko-toko souvenir kecil yang berjajar dan menjual aneka souvenir khas Egypt. Kami mulai hunting melihat-lihat kalung model Fir’aun, ada gelang model Nefertiti, ada juga Ahram alias Piramid dan si Singa yang berkepala orang itu (Spinx)
Ternyata pengalamanku di Khan khalily mirip dengan di sumur Nabi Musa ini, produk yang ditawarkan semuanya "made in China", aku heran, kenapa China mampu menguasai pasar dunia hingga barang kecil khas Mesir pun bisa dikuasainya.
Sambil melihat dan mencoba perhiasan itu, ada beberapa temanku yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Kebetulan hampir semua yang menjaga toko adalah cewek Mesir yang aku sendiri mengakui kalau mereka memang cantik.
Kecantikan itu didukung dengan hidungnya yang mancung, postur tubuh yang tinggi dan bulu mata yang tebal dan menantang. Satu persatu dari temanku mulai action foto bergaya narsis dengan gadis-gadis itu. Tapi aku gak mengikuti jejak mereka, aku berlalu untuk melihat sisa sejarah Nabi Musa ini, 12 sumur mata air.
Setelah berputar melihat secara langsung sumur-sumur peninggalan Nabi Musa , aku agak kaget, pasalnya sumur yang ada tidak berjumlah 12 melainkan hanya 6. Aku bertanya pada seorang kawan yang lebih berpengalaman mengunjungi objek wisata ini. Akhirnya dia menjelaskan padaku, “dulu memang ada 12, tapi sekarang tinggal segitu karena tertutup oleh debu dan pasir”.
Sewaktu narsis foto-foto di depan sumur Nabi Musa, aku melihat pemandangan berbeda. Dari arah yang kelihatan dekat tapi juga sepertinya jauh, ada sesuatu bumi yang berwarna biru. Ternyata setelah bertanya lagi kepada temanku, dia menjawab "Itu laut Merah".
Anggapanku keliru, ternyata bukan tanah tapi laut. Dilihat dari sumur Nabi Musa ini, pemandangan laut itu seperti dekat sekali, mungkin karena pengaruh padang sahara dan tidak ada pohon, sehingga sejauh mata memandang, semuanya terlihat dekat. Padahal katanya dari sumur Nabi Musa ke laut Merah yang aku lihat jaraknya lebih dari satu kilometer, tapi seperti seratus meter.
Saat kami puas menikmati ke 12 sumur yang sekarang menjadi 6 sumur Nabi Musa ini dan hendak menuju ke bus kembali, bocah-bocah Mesir mendekati kami dan ingin meminta uang. Memang, seringkali ditemui fenomena seperti ini di Mesir, bocah desa dengan penampilan kusut mendekat dan meminta uang pada orang asing. Tapi, akhirnya ada beberapa polisi khusus yang bertugas sebagai penjaga wisata mendatangi kami dan menyuruh bocah Mesir itu pergi.
Aku mendapatkan pelajaran baru lagi hari ini. 12 sumur mata air Nabi Musa yang telah berumur ribuan tahun hingga sekarang masih eksis dan terjaga nilainya, bahkan sama sekali tidak terlihat angker ketika melihat ke dalamnya, tidak seperti sumur-sumur tua yang sering dikonotasikan angker sebagaimana di negeriku.
Lagi-lagi aku salut dengan Mesir yang sangat menghargai sejarah. Manusia tidak akan pernah hidup tanpa adanya sejarah. Sejarah adalah cermain untuk kebaikan masa depan. Tanpa sejarah ia ibarat seorang yang berjalan tanpa membawa sebuah peta.
Salam
Bisyri Ichwan
Tidak ada komentar